1st
memory
Siang ini angin bertiup sedikit kencang.
Membuat repot saja! Senior sedang menerangkan materi di depan kami, dan
aku–masih—disibukkan dengan poniku yang bergoyang, kemudian Heechul Sunbae tertawa-tawa melihat tingkahku
dan menirukan gayaku dalam membenahi poni.
Hya! Membuat malu saja!
Angin, menjauhlah! Hush
hush!
===
2nd memory
Heechul Sunbae. Senior yang kurang aku sukai sebenarnya. Entah kenapa
setiap dia datang semangatku langsung menghilang. Tapi itu dulu. Sekarang tidak
lagi. Sudah biasa-biasa saja.
Sohee Sunbae sedang berdiri di hadapan kami.
Tidak seceria biasanya.
Aku melihat Heechul Sunbae mendekat dan menepuk pundaknya.
“Kau ini kenapa sih?” Yang ditanya hanya diam. “Sebenarnya ada apa dengannya?
Katakan padaku,” tanya Heechul Sunbae pada Seulrin Sunbae yang hanya dibalas hedikan bahu.
Entah apa hubungan Heechul
Sunbae dan Sohee Sunbae, aku tak mengerti dan memang tak mau ikut campur. Sepasang
kekasih? Mungkin ya. Tidak mungkin hanya teman biasa mengingat perhatian lebih
yang diberikan Heechul Sunbae pada Sohee
Sunbae.
===
3rd memory
“Bajumu rapikan dan ikat pinggangmu
perlihatkan.” Heechul Sunbae sedang
mengoreksi kerapian pakaianku.
“Sini, aku ajari cara
yang benar.” Sohee Sunbae hanya
memasukan baju di kepala ikat pinggang saja. Sedangkan di bagian lainnya tetap
keluar.
“Kau ini malah
mengajari yang tidak-tidak.” Tidak ada nada marah dalam kalimat Heechul Sunbae. Penuh kelembutan dan ditebarkan
dengan senyuman. Benarkan apa kataku, mereka ini sepasang kekasih.
===
4th
memory
Di sini ramai. Banyak yang menghadiri
acara tahunan Universitas kami. Lebih baik aku menyingkir.
Dan di sinilah aku.
Berdiri di samping panggung bersama mahasiswa lainnya yang lebih mengagumi
kedamaian.
Di hadapanku, Heechul Oppa –aku sudah memanggilnya ‘Oppa’ sekarang—yang entah ada angin apa mengikutiku
ke sini. Dia berdiri dan kemudian menatapku.
Apa? Ada yang aneh?
Dia mengulurkan
tangannya menyentuh daguku lembut. Kami hanya saling memandang. Apa yang
sebenarnya dia lakukan? Aku menahan napasku gugup. Aku tak bisa membaca apapun
dari matanya, mungkin sebenarnya bisa, hanya saja aku tak sanggup membalas
tatapannya terlalu lama. Dia bungkam.
“Lepas, Oppa. Keningku berjerawat. Malu.” Aku
menepis halus tangannya tapi dia masih berusaha menggapai daguku.
Ekspresi ingin
mengatakan sesuatu sedikit terbesit dari wajahnya. Tapi nol besar. Tak ada
seonggok kata pun yang keluar dari mulutnya.
Dan aku lebih memilih
menyingkir dari sosoknya dibanding terkurung dalam situasi seperti tadi yang
mampu memacu detak jantungku.
===
5th
memory
Punggungku. Rasanya hancur sekali.
Aku berjalan
tertatih-tatih sembari mengelus punggungku yang terkantuk almari. Aku hanya
terlalu bersemangat melihat ada satu bangku kosong tadi. Setengah berlari lalu
kemudian menjangkaunya dengan ceroboh. Saat aku sudah mendudukinya, bangku itu
tidak seimbang sehingga menubruk almari dan langsung menghantam punggungku.
Heechul Oppa datang dengan raut wajah khawatir. “Kau
tidak apa-apa? Mana yang sakit?” Diadatang dan ikut mengelus punggungku.
Apa dia melihatnya
tadi? Aku jadi tidak enak sendiri. Sebenarnya tidak sesakit itu, “Sudah Oppa, sudah tidak sakit lagi”
Dia tidak mendengarku
dan tetap mengelus punggungku dengan raut muka seperti itu.
===
6th
memory
“Tolong copy-kan ini. Dan ini uangnya.” Heechul Oppa menyerahkan selembar kertas dan
uang padaku. Aku langsung bergegas melaksanakannya. Sekembalinya aku langsung menyerahkan kertas dan sejumlah uang padanya.
“Kembaliannya kau ambil
saja.” Dia langsung melangkah pergi.
Kenapa tidak memberiku
uang yang banyak? Masa hanya 300 won? Dasar pelit!
Tapi tidak apa-apa. Terima kasih.
Dan entah bodoh atau
memang aku yang sudah tergila-gila dengannya, sampai di rumah aku justru menyimpan
uang itu dan kuberi label ‘dari Heechul Oppa’ lalu kumasukkan ke dalam kotak
perhiasanku.
Aku tidak tahu sejak
kapan aku merasakan ini. Kupikir tidak masalah. Kudengar hubungannya dengan Sohee
Sunbae juga sudah berakhir. Jadi aku
tak perlu khawatir jika nantinya orang-orang mengecapku sebagai gadis yang
menyukai kekasih orang lain. Toh mereka tidak ada apa-apa lagi.
Ternyata cinta
semenjijikan ini.
===
7th
memory
Aku melangkah sepanjang koridor. Dari
arah kantin Heechul Oppa berjalan bersama temannya. Apakah
dia tidak tahu bahwa tidak baik minum sambil berjalan? Tiba-tiba Heechul Oppa berhenti tepat di hadapanku dan
mengulurkan pasta coklat.
“Ini,
untukmu.”
Aku yang tak tahu
apa-apa hanya menerima pasta itu. Seperti uang kemarin, coklat itu kusimpan
baik-baik. Tidak akan kumakan. Memang belum dapat dipastikan, tapi akan
kuusahakan. Atau mungkin perlu kulaminating?
===
Aku tidak tahu sejak kapan aku begini.
Seperti ini membuatku gila. Yang kuingat, dulu aku tidak terlalu menyukainya.
Saat aku membuka mata, aku melihat diriku sendiri terpelanting jauh dan aku
mulai tersadar bahwa aku sudah berada di dimensi lain. Dimensi Kim Heechul.
Hahaha. Konyol!
===
8th
memory
Aku melayangkan pantatku ke bangku kantin.
Perutku terlalu banyak menuntut hari ini. Tadi pagi aku sudah sarapan di rumah.
Sampai di Universitas pagi-pagi sekali, kakiku langsung bergerak mengikuti
kehendak perutku yang minta diisi. Dan sekarang, lagi! Astaga.
PLUK
“Aw!” Aku menoleh ke
arah orang yang memukul kepalaku. Heechul Oppa.
Dengan botol air besar yang sudah kosong di tangannya.
“Ada apa sih?”
“Kenapa setiap aku
melihatmu, kau sedang makan hari ini?”
Hahaha. Dia manis kan?
=..=
===
9th
memory
Aku, Jiroo dan Hyobin berjabat tangan
dengan para Sunbae. Kebiasaan kami
jika beranjak pulang. Jantungku sedikit membuat ulah ketika giliranku menyalami
Heechul Oppa. Hyobin dan Jiroo sudah
mendahuluiku tadi.
Rasanya seperti ada
aliran listrik ringan yang menyerangku saat kulitnya menyentuh kulitku. Hya!
Aku harus cepat pergi jika tidak ingin dia mendengar debaran jantungku. Kencang
sekali.
Saat aku akan menarik
tanganku, dia menahannya. Aku kembali menatapnya.
“Temanku melakukan ini
bersama kekasihnya.” Oppa memainkan
jarinya. Menempelkan jari telunjuknya ke jari telunjukku hingga tercipta bentuk
hati.
Aku menatap wajahnya.
Raut wajah ini lagi. Seperti ingin mengatakan sesuatu tetapi tertahan. Kau
ingin mengatakan apa sih, Oppa?
Jeritan Hyobin dan
Jiroo membuyarkanku. Aku melepaskan tangan Heechul Oppa dan berlari menyusul mereka ke toilet.
“Ada apa?”
Mereka hanya tertawa.
“Aku pikir dia akan menyatakan cinta padamu tadi.”
Mereka ini -__- Zzzz
===
10th
memory
“Cara
yang paling baik untuk menghibur dirimu sendiri adalah dengan menghibur orang
lain”
Aku membaca postingan
di akun pribadi miliknya. Kau kenapa, Oppa?
Ada yang membuatmu sedih?
===
11th
memory
“Buku apa yang kaubaca?”
Aku menengadahkan
kepalaku untuk melihatnya. Aku menunjukan sampul dari buku yang sedang kubaca.
“Cih. seharusnya aku
tidak perlu bertanya buku apa itu. Kau benar-benar tergila-gila pada mereka?”
Aku hanya mengangguk
dan memamerkan senyum termanisku kemudian mulai membaca lagi.
“Dia hampir mati, kan?”
Hmm? Aku kembali
menatapnya. Hampir mati? Siapa? Apa dia membicarakan—
“Tahun 2007 grupnya
mengalami kecelakaan dan dia yang paling parah. Koma 4 hari. Dokter mengatakan kemungkinan
hidupnya tinggal 20 %, satu-satunya jalan dia harus dioperasi dan itu akan
merusak pita suaranya. Tapi ayahnya menolak usulan dokter itu.”
Aku hanya menganga
mendengarnya. Bagaimana dia tahu itu semua? Aku tahu bahwa dia mengetahui aku
yang tergila-gila pada grup ini. Seingatku dia tidak terlalu menyukai mereka.
Tapi kenapa—
Apa dia mencari tahu
informasi mengenai mereka? Bukannya aku terlalu percaya diri atau apa. Apakah
dia mencari informasi ini karena aku?
Asshh!! Sudahlah!
Membuat pusing saja!
===
12th
memory
Banyak yang sudah mengetahui perasaanku
padanya. Sahabatku, tentu saja aku yang memberi tahu mereka. Yang aku
bingungkan adalah, bagaimana bisa teman-teman priaku mengetahuinya?
Apalagi Hyukjae. Dia
bahkan sering memaparkan di depan Heechul Oppa
bahwa aku menyukai Oppa, padahal ada
aku di situ. Tidak bisakah dia mengatakan itu di saat aku tidak ada? Itu
membuatku mati kutu.
Dan Heechul Oppa hanya diam saja. Tapi untungnya
setelah kejadian seperti itu, perlakuannya tetap sama. Seperti tak mendengar
apa yang dikatakan Hyukjae.
===
13th
memory
Aku melangkah mendekat. Kebetulan di
sana juga ada Lee Jonghyun Oppa. Sunbae
kedua yang aku kagumi. Tentu saja, karena posisi pertama di tempati Heechul Oppa. Dari semuanya, yang paling aku
suka dari Jonghyun Oppa adalah
giginya. Giginya seperti biji mentimun dan rapi. Manis sekali.
“Annyeong Oppa.”
Di sini ada Heechul Oppa, Jonghyun Oppa, Hyukjae, dan Jino. Jonghyun Oppa bercakap-cakap dengan mereka. Dan apa yang aku lakukan? Aku
hanya tersenyum sambil terus mematai-matai gigi itu.
“Jonghyun Oppa?” dia menatapku. “Gigimu bagus sekali.
Aku suka.”
Dia tersenyum. Manisnya.
“Kalau masalah gigi,
kau mengagumi Jonghyun Hyung. Kalau
masalah hati pasti Heechul Hyung,kan?”
APA? Mati kau Hyukjae! Kenapa senang sekali menggodaku di saat tidak
tepat seperti ini sih? Membuat mati kutu. Kau tidak mengasihaniku?
Pandanganku beralih ke
arah Heechul Oppa.
“Dalam waktu dekat aku
akan ke dokter gigi. Membersihkan plak dan memutihkannya.”
Mwo?
Tidak biasanya. biasanya dia akan diam saja jika digoda seperti itu.
“Kau lihat, kan? Heechul
Hyung melakukan ini untukmu.” Setelah
mengatakan itu, Hyukjae langsung pergi.
Ya! Awas kau Hyukjae!
“Bagaimana jika kita
membintangi iklan pasta gigi bersama?”
Kau
ini bicara apa sih, Oppa? (-__-) Dia mempraktekkan seolah-olah sedang
menggosok gigiku. Ternyata dia sedikit...
“Sudahlah, aku mau ke
kantin.” Aku melangkah mengikuti Hyukjae, tapi segera berbalik menghadapnya
lagi. “Kau mau ikut, tidak Oppa?”
Dia hanya diam
menatapku. Membuatku kikuk mendadak.
“K-kalau tidak, ya
sudah.” Tanpa menunggu jawabannya, aku langsung
meninggalkannya.
Hhhff. Hampir saja
jantungku copot! Kami memang tidak bisa dibiarkan berdua saja.
===
14th
memory
Aku menelungkupkan wajahku ke meja.
Mataku gatal sekali. Di sini hanya ada aku, Jiroo dan Hyobin. Saat aku
menengadahkan wajahku kembali, Heechul Oppa
sudah berjalan mendekat.
“Kau kenapa? Mengantuk?”
Aku menggeleng. Kami
sedang mengadakan rapat organisasi. Dia duduk bersila di meja sampingku. Arah
pandangnya menyamping ke arahku. Aku benar-benar harus menjaga mataku agar
tidak selalu mengarah padanya.
“Kau tahu? Dari tadi Heechul
Oppa menatapmu,” bisik Hyobin di
sampingku.
“Sudahlah. Kau hanya
salah lihat.”
“Tidak. Aku yakin
sekali. Kau tahu? Tatapannya seperti—“
“Ssstt... tidak usah
dilanjutkan. Aku tidak mau berharap terlalu banyak.”
Aku sudah benar kan?
Aku hanya tidak mau terbang tinggi dan semakin tinggi. Itu hanya akan menambah kesakitan
saat jatuh nantinya.
Aku sudah sering
merasakan seperti itu. Aku selalu berpikir bahwa Heechul Oppa juga merasakan hal yang sama sepertiku. Paling tidak sedikit.
Tapi hatiku dihancurkan saat melihatnya memasuki Universitas dengan 2 gadis dan
keluar Universitas dengan 2 gadis yang lain.
Apa memang dia
sepopuler itu? Apa pesonanya membutakan banyak gadis? Kenapa bukan aku saja?
Kenapa pesona itu juga ampuh untuk gadis lain?
Ponsel ku bergetar.
Sebuah pesan. Ah, merepotkan saja.
“Hei, kau mau kemana?”
tanya Jiroo yang melihatku mulai beranjak.
“Menjemput Soeun.” Aku
melanjutkan langkahku tapi terhenti karena teriakan Heechul Oppa.
“Kenapa tulisan di
bajumu harus Marcus Cho hah?”
Aku berbalik cepat.
“Lalu apa? Heechul Kim? Begitu?”
Aku langsung melanjutkan
langkahku tak memedulikan seisi ruangan yang menertawakannya. Apalagi Hyukjae.
===
15th
memory
Aku melangkah memasuki Universitas
bersama Hyukjae. Kami bertemu di tempat parkir tadi. “Kau tahu? Semalam Heechul
Hyung mengajakku menonton film.”
“Hmm? Benarkah?”
“Begitulah. Kau tahu?
Ibuku memarahiku karena pulang larut malam.”
===
16th
memory
Aku duduk di depan para hoobae-ku. Menghadap ke arah mereka. Heechul
Oppa, Hyukjae dan Donghae Oppa sedang menjelaskan sesuatu. Heechul
Oppa berdiri di sampingku. Di
sampingnya ada Donghae Oppa yang
sedang memelintir-melintirkan bendera yang ada di belakang Heechul Oppa.
Pandanganku tak
beranjak dari wajah tampan Heechul Oppa.
Tak sengaja mataku menangkap bendera bertiang rendah yang dimainkan Donghae Oppa semakin lama semakin miring. Bagai slow motion, tiang itu menghantam kepala
seseorang di depannya.
PRAK
“Aww!”
“Ya! Donghae Oppa. Kau jahat sekali!” Aku membenahi
posisi bendera itu. Sedangkan Heechul Oppa
mengusap kepala bagian belakangnya. Seharusnya aku menolong dan ikut membantu
mengusap kepalanya. Tapi yang ada justru tawaku membahana di seisi ruangan saat
melihat ekspresi kesakitannya. Maaf Oppa...
“Apa masih sakit?”
Dia mengangguk. “Geser
sedikit dudukmu.”
“Ya! Tidak muat!”
Dia tidak mendengarku
dan malah langsung berbagi bangku yang sama denganku. Apa yang dia pikirkan?
Banyak hoobae di sini!
Aku sedikit tidak enak
dengan posisi kami. Di tambah lagi dengan Hyukjae yang mencuri-curi photo kami
berdua.
Dan sudah ku putuskan,
aku berdiri saja. Begini lebih baik.
Tiba-tiba tangannya
mengambil bunga mawar plastik yang ada di vas meja lalu menyodorkan ke
hadapanku. “Mawar, maafkan Marwan ya?”
Kalian tahu? Seisi
ruangan ditambah aku menertawakannya. Wajahnya! Wajahnya konyol sekali! Aku tertawa hingga terbungkuk-bungkuk
memegangi perutku. Pria ini. Ada-ada saja.
===
17th
memory
Aku dan Hyobin melangkah memasuki
Universitas saat kulihat Heechul Oppa
dan Hyukjae memanggil kami untuk mendekati mereka.
“Masalahmu sudah
selesai?” tanya Heechul Oppa lirih.
Jadi dia tahu
masalahku? Terang saja tahu! Saat itu Hyukjae memang datang ke kelasku. Pasti
dia yang memberi tahu. Aku tersenyum lalu mengangguk. “Sudah.”
“Baguslah.”
Aku memang baru saja
terkena masalah kemarin. Uang temanku hilang dan aku yang banyak uang tentu
saja dicurigai. Tapi kebenaran pasti menang, kan? Hahaha
“Ternyata punya uang
banyak juga membuat masalah.”
===
18th
memory
Aku baru kembali dari toilet saat
temanku berlari ke arahku. “ Tadi Heechul Oppa
ke kelas.”
Apa?
Aku langsung berjongkok
di tempat. “Kenapa tidak bilang dari tadi sih?”
“Aku sudah mencarimu,
Bodoh. Kau yang kemana saja?”
Kenapa aku yang
dimarahi? Aku kan hanya merindu. “Untuk apa dia ke kelas?”
===
Aku, Jiroo, Donghae Oppa, Minhyo Eonnie, dan Hyukjae
duduk di tepi lapangan voli. Membicarakan segala hal menyenangkan. Tapi
kegiatan mengasyikan itu berubah menjadi buruk ketika Hyukjae mengatakan suatu
kebenaran.
“Heechul Hyung sedang berpacaran.”
“Mwo?”
“Sebenarnya dia belum
mengungkapkan perasaannya.”
“Minggu lalu aku
menemaninya menonton film. Dia juga mengajak gadis itu. Raejoon noona.”
Ah, ternyata waktu itu Hyukjae
belum menyelesaikan ceritanya. Mungkin dia tidak ingin menyakitiku.
“Kau, tidak apa-apa
kan?” Hyukjae menanyaiku.
“Syukurlah kalau begitu,”
jawabku tersenyum.
“Kau bilang ‘syukurlah’ eo?” tanya Donghae Oppa
tak percaya.
Aku mengangguk.
“Berarti dia tidak menyukai pria.”
Tidak ada yang
mengetahui betapa sedihnya aku. Yang mereka tahu adalah aku baik-baik saja.
Mereka tak mengetahui bahwa rasanya langit akan runtuh sebentar lagi.
Mereka tak mengetahui
bahwa ada lubang besar yang menganga di hatiku. Mereka tak mengetahui bahwa aku
tidak baik-baik saja. Tidak ada yang salah dalam hal ini. Jika ada yang patut
disalahkan, maka itu adalah aku.
===
Jadi untuk ini dia membantu masalah ku
beberapa waktu lalu? Untuk membuat ku merasa baik sebelum dia menenggelamkanku
ke dalam kesakitan yang lebih. Untuk membantuku naik tapi dengan sengaja
mendorongku jatuh. Untuk membantu menyembuhkan lukaku karena dia tahu dia akan
mengukir luka baru.
===
Aku mendongak saat ada yang mengulurkan
sebotol minuman padaku. Orang yang tidak aku ingin temui saat ini sebenarnya.
Raejoon Eonnie.
“Terima kasih.”
Dia beranjak duduk di
sampingku. Kebetulan sekali, aku memang sedang membutuhkan sesuatu untuk
membasahi kerongkonganku saat ini. Aku sedang dihukum karena lupa membawa
tugas. Astaga, dosen-dosen itu benar-benar tak punya otak.
“Kucari kemana-mana,
ternyata kau di sini.” Kami berdua
menoleh ke sumber suara. Heechul Oppa.
Raejoon Eonnie menggerakan tangannya menyuruh
pria itu mendekat.
Sebenarnya
Raejoon Eonnie tidak terlalu buruk.
Dia cantik dan mereka berdua serasi sekali. Kupikir dia juga gadis yang baik.
Air mineral yang ada ditanganku ini buktinya. Mungkin suatu saat aku akan
benar-benar bisa menerima ini semua. Sekarang memang belum. Suatu saat, tidak
lama lagi.
Saat ini yang harus kulakukan
hanya tak perlu menatap pria itu terlalu sering, hanya 21 hari untuk menjadikan
hal tersebut sebagai suatu kebiasaan.
“Kau
mau ikut?”
Aku menoleh ke arah Heechul Oppa lalu menggeleng. “Tidak usah, Oppa. Di sini saja.”
“Kalau begitu, kami
pergi dulu,eo?” Aku hanya mengangguk
dan tersenyum pada Raejoon Eonnie.
“Belajar yang benar.
Jangan sampai dihukum lagi.”
“Oppa. Kau ini cerewet sekali sih. Sudah sana pergi! Hush hush.”
“Baiklah, kami pergi.”
Aku melambaikan
tanganku pada mereka yang mulai menjauh. Pahit. Tapi melegakan.
Di mulai dari 3 tahun
yang lalu dan aku akan berhenti di titik ini. Mungkin akan sedikit sulit
mengingat mencintainya adalah kebiasaanku.
Tapi dia bahagia. Kupikir dia juga
menginginkan aku seperti itu. Aku, benar, kan?
===
=EPILOG=
Aku tersenyum mengingat kenangan itu.
Rasanya dadaku sudah lega sekarang. Aku sudah melalui semuanya dan kini tinggal
menunggu waktu sampai kebahagiaan menjemputku.
“Kenapa di sini?”
Sepasang lengan
melingkari perutku. Dagunya berada di pundakku dan terpaan nafasnya menyerempet
kulit pipi. Aku menggenggam jari tangannya yang panjang dan lembut. “Malam ini sejuk.”
Langit yang berceceran
bintang. Indah sekali. Beberapa tahun lalu aku melewati malam seperti ini
bersama Heechul Oppa. Dan mulai saat
ini aku akan menikmati indahnya malam dan sisa hidupku dengan—
“Cho Heebum.” Dia
terkekeh pelan. “Ternyata seperti ini rasanya. Terlalu menyenangkan. Kau tahu
kenapa?”
“Kenapa?”
“Karena kau yang kuajak
berbagi margaku.”
Ya. Tentu saja. Kau
benar. Semenyenangkan menghabiskan hidup denganmu.
Aku yakin Heechul Oppa dan Raejoon Eonnie sedang berbahagia sekarang. Begitu juga denganku dan pria
menyebalkan yang hebat ini.
Aku yakin ini yang
diinginkan Heechul Oppa. Dia ingin
aku bahagia. Dan aku mendapatkan kebahagiaan itu. Kebahagiaan yang tak pernah
kusangka Tuhan akan memberikannya padaku. Cho Kyuhyun-ku.
=END=