2011/12/27

{fanfiction} South


Recommended song : Super Junior - Thank You

Matanya masih terpejam. Selang oksigen bertengger di bawah hidung mancungnya. Tangannya yang dingin terasa di genggamanku. Awalnya aku tak mengira pengorbanannya akan sebesar ini. Aku mengerti perjuangan seorang ibu. Tapi tak cukup mengerti dampaknya akan begitu besar. Dia. Yang sedang ku genggam tangannya. Istriku.

Keadaannya seperti ini setelah melahirkan anak kami. Dia tidak pernah mengeluh. Sama sekali tidak. Jika dia membagi kesakitannya, paling tidak sedikit saja padaku, aku jamin dia akan baik-baik saja sekarang.

Andai Tuhan mengizinkanku menebak jalan pikirannya sekali saja.

Sudah 2 hari dia tak sadarkan diri. Tak tahukah dia bahwa kebungkamannya itu menyakitiku?

Wajahnya tidak berubah. Tetap cantik. Sangat cantik seperti yang sudah-sudah. Bahkan bibir pucatnya tak akan sanggup memungkiri kenyataan itu. Kusibak rambut yang menutupi keningnya lalu mengusapnya lembut. Biasanya dia akan langsung mengantuk dan berakhir tertidur di pangkuanku jika hal ini kulakukan. Aku menyiumi pipinya yang dingin.

Apa yang bisa kulakukan untuk membangunkanmu, Sayang? Kau menyiksaku.

Cho Heebum. Satu-satunya wanita yang kuizinkan untuk membuatku mencintainya. Mendiang ayahnya adalah rekan bisnis ayahku dulu. Entah karena apa, sebelum meninggal, beliau memberikan seluruh perusahaannya dan putri semata wayangnya untuk kujaga.

Tidak sulit untuk mencintai gadis ini. Begitu mudah. Sebegitu mudahnya hingga hanya menatapnya sepersekian detik cukup saja untuk meyakinkanku bahwa dia harus menjadi milikku.

Usianya 21 tahun saat kami menikah. Aku tahu saat itu dia belum mencintaiku sepenuhnya tapi dia tidak menolak lamaranku karena kutahu satu hal, kebahagiaannya bergantung pada kehadiranku, sama halnya denganku, kebahagiaanku bergantung pada kehadirannya.

Setelah satu tahun usia pernikahan kami, dia mengandung anakku. Anak kami. Banyak yang meramalkan betapa rupawannya anak kami kelak. Mengingat istriku tidak bisa dikelompokan ke dalam wanita berwajah menengah ke bawah. Istriku layaknya jelmaan Aphrodite. Begitu sempurna. Dan aku, tidak sedikit yang menjuluki kami pasangan paling rupawan yang pernah mereka temui. Entah itu kenyataan atau sekadar bualan mereka untuk menyenangkan kamu.

Yang kutahu, istriku adalah yang terbaik.

Aku tahu dia cemas menjelang persalinan. Ibunya meninggal saat melahirkan dia. Dia cemas jika tidak bisa menyaksikan perkembangan anak kami ke depan. Dan aku tahu, dia juga mencemaskanku. Tak ada gunanya menunjukan kecemasanku saat itu. Jika kami sama-sama cemas, siapa yang akan menengahi?

Aku meyakinkan dia bahwa semuanya akan baik-baik. Bahwa tak perlu ada kecemasan yang perlu dia rundung karena aku tak akan membiarkan hal buruk akan menimpanya. Bahwa ayah dan ibunya di surga sana akan selalu membujuk Tuhan agar menurunkan malaikat guna membantunya melalui ini semua. Bahwa dia akan dapat menyaksikan perkembangan anak kami hingga generasi berikutnya.

Aku telah menawarkan jalan operasi untuk dia melahirkan. Tapi dia menolak. Dan jika saat itu aku tahu ini akan berakibat buruk pada wanita yang kucintai, aku akan memaksanya untuk melakukan operasi. Tak peduli walaupun dia bersujud agar aku tak melakukannya.

Aku merasakan jarinya bergerak dalam genggamanku. ”Sayang, kau mendengarku?” Kulihat matanya mulai bergerak meskipun masih terkatup.

Aku meremas tangannya pelan. Jantungku berdebar menantinya. Mata coklat itu sedikit demi sedikit terbuka, mengerjap menyesuaikan cahaya ruangan.

Aku mengembuskan napas lega. Dia hidup. Istriku masih di sini untuk menua bersamaku. Terima kasih, Tuhan.

”Air...Suaranya begitu lirih, tapi tetap dapat kutangkap. Aku menjangkau segelas air di meja dan membantunya minum.

”Aku panggilkan dokter.Saat aku beranjak berdiri, tangannya mencekalku.

”Tidak usah. Kau di sini saja. Aku akan menurutinya. ”Anak kita?”

Aku menelengkan kepalaku ke sudut kamar. Anak kami sedang bersama ibuku dan Ahra noona. ”Apa nama favoritmu untuk anak kita?” tanyaku

Kulihat dia berpikir. ”Heehyun. Cho Heehyun”

Aku berjengit. ”Kenapa Heehyun?” Dia menunjuk dirinya sendiri kemudian menunjukku. Dia lalu aku. Heebum-Kyuhyun. Heehyun. Tidak buruk. Sama sekali tidak.
Aku mengangguk. Tak kusadari bibirku tersenyum lebar. Halo Heehyun, anak appa eomma. Selanjutnya hanya obrolan ringan dan lirih yang kami ciptakan, tapi bagiku, begitu berharga.

”Aku ingin melihatnya.Dia menyibakkan selimut dari kakinya. Aku membantunya duduk. Dia bergerak pelan kemudian kulihat tubuhnya tersentak. Wajahnya terkesiap.

”Hee-ya, ada apa?” Dia menatapku seakan ada bencana yang terjadi. Kulihat dia meraba kakinya.

”Kyu, kakiku.

”Kakimu kenapa?” Aku segera beranjak ke sisi ranjang.

”Kakiku tidak bisa di gerakkan kyu!” Oh Tuhan, apa lagi ini?

”Tenang, Sayang. Airmata mulai mengalir membasahi wajah pucatnya,

“Kyu... Kakiku!” Dia memukul-mukul kakinya sendiri. “Bergeraklah, brengsek! bergerak!”

Aku mencengkeran tangannya kuat. ”Tenang, Hee-ya. Tanpa kusadari suaraku bergetar. Aku memeluknya.

”Kyu... kakiku.Dia meraung-raung dalam dekapanku. Tangisannya memecah kesunyian. Di sudut itu, kulihat ibuku yang ikut menangis. Sial! Air mataku tak terbendung. Ahra noona mendekat.

”Kyu, ada apa? Heebum?”

”Panggil dokter! Cepat!”

0,o

Aku berjalan gontai menuju kamar rawat Heebum. Kenapa rasanya begitu berat? Aku mendudukan tubuhku di ruang tunggu. Hanya mencoba menjernihkan pikiranku. Ini terlalu sulit dan aku tak ingin Heebum melihat keadaanku. Seseorang meremas pundakku. Aku menoleh dan melihat Ahra noona.

”Apa yang kau lakukan di sini?”

Tidak ada.

”Aku tahu ini berat. Masuklah. Di saat seperti ini yang dibutuhkan Heebum hanya kau.

Saat aku membuka pintu hal yang kulihat adalah ibuku yang memeluk Heebum erat. Aku mendudukan badanku di sisi ranjang. Tanganku mengusap air matanya, menyingkirkan rambut dari keningnya yang basah oleh keringat dan air mata.

”Apa kata dokter, Kyu?” tanya ibu.

Aku memaksakan senyumku. ”Terapi dapat memulihkannya”

”Kau bohong. Istriku tak sebodoh itu untuk dibohongi. Saat ini aku hanya membutuhkan dia di dekapanku. Menguatkannya. Aku juga butuh dia untuk menguatkan diriku sendiri.

”Tidak apa-apa. Tidak apa-apa, Hee-ya.

Kenapa harus istriku? Kenapa harus dia? Kenapa bukan orang lain?

           
            ==


Hari ini Heebum diperbolehkan pulang. Aku sudah memindahkan seluruh perlengkapan kamar kami dari lantai atas ke lantai bawah sementara rumah kami sedang dalam masa rekontruksi untuk memudahkannya.

Aku memberinya kursi roda yang dilengkapi tombol-tombol agar dapat membantunya. Kursi roda berwarna biru favoritnya. Semua benda di rumah kami sudah kuganti dengan barang-barang yang lebih fleksibel dengannya. Mobil, kursi, lemari, semuanya. Kerabat kami mengetahui keadaannya dan mengerti.

Aku memandangi dia yang sedang mendekap Heehyun di pangkuannya. Tak jarang mendaratkan ciuman di pipi Heehyun. Dia terlihat begitu bahagia. Binar matanya mengatakan itu. Dan kuyakin dia tidak menyesal mengorbankan kakinya untuk anak kami. Semoga benar.


==


Hari ini aku membatalkan rapatku untuk mendampingi Heebum terapi. Aku mendorong kursi rodanya sepenjang lorong rumah sakit. Sudah ada kepala dokter spesialis yang menunggu kami di depan pintu. Dia temanku di Yeomkwang High School dulu. Kim Seungyeon.

Aku membaringkan istriku di ranjang ruangan itu. ”Kyu. Aku takut. Aku mengelap keringat sebiji jagung di keningnya.

”Tidak apa-apa, Sayang. Apa yang kau takutkan hmm?” Dia hanya menggeleng.
Aku meremas tangannya memberi dukungan.”Kau pasti bisa, Hee-ya” Dia mengangguk saat aku mengusap pipinya lembut dan beralih mengecup pipinya singkat. ”Aku keluar ya?

Aku melangkah keluar ruangan. Sialnya pengunjung dilarang menunggui pasien di dalam. Ruangan ini harus steril.


==


Suara Seungyeon membuyarkan konsentrasiku yang sedang membaca laporan perusahaan melalui tablet.

”Ah, sudah selesai?”

Dia mengangguk. ”Istrimu sedikit lemas. Biarkan dia tertidur beberapa menit.

”Boleh aku masuk?”

”Silakan.

Aku memasuki ruangan itu. Heebum yang terbaring di ranjang masih mengenakan jas pasien. Keringat membaluri tubuhnya, terlihat benar-benar lemas.

”Apa yang kau rasakan, Sayang?” Aku mengusap rambutnya sayang.

”Lelah.

”Tidurlah dulu.Aku mengecup keningnya, membiarkannya tertidur. Apakah sakit, Hee-ya? Katakan padaku.

”Hei, ayo mengobrol.” Seungyeon melongokkan kepalanya. Dan aku menyanggupi tawarannya.


==


Tak terasa usia Heehyun menginjak 6 bulan. Wajahnya begitu rupawan untuk anak seusianya. Gen-ku yang lebih mendominasi fisiknya. Dia sedang tertidur di kamarnya sekarang.

”Kyu, temani aku terapi.” Heebum mengarahkan kursi rodanya mendekatiku.
Aku memindahkan dia ke pangkuanku.

”Bukankah baru kemarin kau terapi?”

Dia menatapku memelas. ”Ayolah Kyu...”
Aku mencuri-curi kesempatan untuk mengecupinya. Mata. Hidung. Pipi. Dagu. Bibir. Apapun. ”Kau tidak lelah hmm?”

Dia menggeleng. Dan aku tak sanggup menolaknya. Entah ini perasaanku saja atau tidak, tapi dia benar-benar semangat melakukan terapi itu. Aku tak tahu semangat jenis apa yang menderanya. Yang kulihat justru wajahnya meredup saat aku mengantarnya.

Pada kenyataannya terapi itu tak memberikan efek apapun pada tubuh istriku. Itu hanya menyedot habis energinya.


==


”Hai sepupu. Ada kepentingan apa sampai-sampai sang CEO ke ruanganku? Sudah bosan dengan segala kenyamanan di ruanganmu hmm?”

Tak kutanggapi kicauan Donghae Hyung. ”Kenapa aku begitu kesal hari ini? Kesalnya benar-benar mencekik leherku tapi aku tak bisa marah.

”Masalah istrimu lagi? Ah, bodohnya aku yang bertanya seperti itu. Apalagi yang bisa membuat pria super dingin dan tanpa emosi sepertimu menjadi uring-uringan. Kali ini apa lagi?”

”Kupikir Tuhan itu tidak adil. Kenapa harus istriku yang mengalami hal seperti ini? Kenapa bukan orang lain?”

Stupid. Dengarkan aku, kau tahu kan tidak ada manusia sempurna di dunia ini?
Dan coba lihat istrimu, dia itu terlalu sempurna. Berfisik dewi, pandai, baik hati, tak ada yang kurang darinya. Jika keadaan seperti itu diteruskan, akan berapa banyak lagi manusia yang memprotes Tuhan karena menciptakan manusia sesempurna istrimu tapi tidak pada mereka?”

Kau tahu, Hyung? Aku tak pernah mempermasalahkan bahwa dia tidak bisa berjalan lagi. Terbesit pun tidak. Dia hidup, itu lebih dari cukup. Tapi kenapa justru dirinya sendiri yang mempermasalahkannya?”

”Apa lagi sekarang?”

”Belakangan ini dia begitu semangat menjalani terapi. Aku sebenarnya mencurigai hal ini. Dia terlihat tidak senang saat menjalaninya. Aku tak tahu apa alasannya sampai tadi pagi tiba. Heebum berniat mendekatkanku dengan Seungyeon dan ingin aku menceraikannya. Dia mengatakan hal ini pada Seulrin yang sayangnya kekasihmu itu tidak pandai menyimpan rahasia.
Entah Heebum berubah bodoh atau apa. Aku tak tahu jalan pikirannya. Darimana dia dapat pikiran tidak masuk akal seperti itu?”


==


Aku akan mengikuti alur permainannya. Yang pasti aku tak akan menjauhinya, justru sebaliknya. Semakin dia menjauhiku, aku akan semakin menariknya dalam dekapanku.

Aku selalu menemaninya saat terapi, dan aku mendampinginya saat terapi itu dilaksanakan. Persetan dengan ruangan harus steril. Aku selalu steril.

Aku menungguinya saat listrik-listrik berdaya rendah itu di alirkan ke kepalanya.
Aku tahu ini menyakitkan, tapi kenapa dia tidak pernah mengeluh?

Saat terapi telah selesai dan dia harus tidur untuk mengembalikan kondisinya, aku tak lagi meninggalkannya hanya untuk sekadar mengobrol dengan Seungyeon. Aku lebih memilih menemaninya hingga dia terbangun, aku akan membaringkan tubuhku di sampingnya, mendekapnya dan tertidur bersama. Ini jauh lebih baik.


            ==


Aku tahu dia belum tidur. Dia memunggungiku. Selalu seperti ini. Dia pikir aku tidak tahu bahwa dia selalu menangis sampai larut malam hingga membuatnya lelah lalu jatuh tertidur. Aku selalu mengetahui hal itu. Aku selalu terjaga saat dia menangis. Dan tidak kuasa melakukan apa pun.

Seperti saat ini, dia menangis lagi, dan aku sudah tak sanggup menyimpannya sendiri. Aku memeluknya. Kusadari tubuhnya menegang karena terkejut. Aku menariknya dalam dekapanku. Punggungnya kurapatkan ke dadaku. Aku mengecupi puncak kepalanya dengan sayang. ”Sudah puas menangisnya?”

Dia hanya diam.

”Aku tahu semua tentangmu, Hee-ya. Aku tahu rencanamu untukku dan Seungyeon. Katakan padaku, darimana datangnya ide gila seperti itu hmm? Kenapa kau melakukan ini padaku?” Aku berbisik di telinganya. Aku tak mungkin mampu membentaknya.

”Aku tak cukup baik untukmu, Kyu. Aku... aku merasa malu pada diriku sendiri.

”Apa yang membuatmu malu? Kau masih sesempurna dulu. Aku tak merasa ada yang berubah.

”Kaki ku...”

”Apakah sepasang kaki menjadi prioritas utamamu selama ini? Aku tak memedulikan kakimu, Sayang.

”Kau mungkin tidak. Belum tentu orang lain, Kyu.

”Tidakkah kau merasa bahwa orang lain justru mengagumimu? Seorang ibu yang kehilangan fungsi kakinya karena memperjuangkan anaknya untuk merasakan kehidupan di dunia. Apa itu hal yang memalukan menurutmu?”

Aku mendengar isakan tangisnya. Sungguh, ini menyiksaku. Tapi aku harus menyelesaikan ini. ”Apa kau tidak mencintaiku sampai begitu mudahnya mengumpankanku pada wanita lain? Kau bosan padaku, Hee-ya? Aku tidak cukup berharga buatmu?

”Tidak. Bukan seperti itu, Kyu.

”Lantas?”

”Aku sangat mencintaimu. Rasanya hampir mati saat melihatmu dengannya. Tapi jika itu yang kau inginkan, aku takkan menghalangi.

”Cih.... kenapa kau jadi sok tahu seperti ini? Semua yang kuinginkan sudah aku dapatkan. Kau. Heehyun. Itu pemberian Tuhan yang paling kusyukuri, jika kau ingin tahu. Ku dengar dia terkekeh. Membuat senyumku mengembang. ”Aku ingin kau mengungkapkan isi hatimu padaku. Kau tak pernah mengeluh padaku, Sayang. Dan hal itu membuatku frustrasi. Kau mengerti?”

Dia mengangguk. ”Bagaimana jika Heehyun malu dengan keadaanku?”

Anakku takkan seperti itu. Eomma-nya adalah wanita paling sempurna di dunia. Apa yang membuatnya maulu?”

”Kuharap begitu.

Kesunyian melingkupi kami berdua. Aku yang sibuk ’menandai’ tengkuknya. Dan dia yang sibuk memainkan jariku.

”Kyu...”

Hmm?”

”Kau tidak keberatan jika aku tidak bisa berjalan kan?”

”Tentu saja.

”Bolehkah aku menghentikan terapi itu? Sangat menyakitkan jika kau mau mendengarku mengeluh.

Aku terkekeh dan mempererat pelukanku sembari menyerukan kepalaku menciumi lehernya. ”Tentu saja boleh, Sayang.

Lega rasanya. Ini sudah lebih dari cukup. Keajaiban yang masih menaungi keluarga kami. Entah apa yang terjadi jika saat itu Tuhan mencabut hak hidup istriku.

Aku lebih menyegani seperti ini. Bukannya aku senang dia tidak bisa berjalan. Tapi dengan begini, dia lebih bergantung padaku. Dan aku menyukai kenyataan tersebut.
Dia tak perlu kakinya untuk menopang hidupnya. Ada aku yang akan melakukannya untuknya. Aku mencintaimu, Cho Heebum.


=END=